Mari Ucapkan Bersama "Sayonara Corona"

          Masih ingatkah dulu, pada tahun 2019, kita menyambut Corona dengan penuh suka cita. Isolasi mandiri, menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer, dan berbagai penyambutan lainnya yang maksimal. Pasalnya, Corona membawa hadiah yang selama ini kita dambakan, yaitu liburan panjang.
            Liburan yang dibawa Corona tak tangung tangggung. Bukan hanya dua mingggu, bukan hanya satu bulan. Liburannya lebih dari satu tahun, lebih dari dua tahun, dan entah sampai kapan. Bukan hanya liburan saja. Kebersamaan dengan keluarga, internet gratis dari sekolah, bahkan kelulusan tanpa ujian. Semua itu diberikan Corona, karena kita telah maksimal menyambutnya.
            Namun, apakah semua ini tetap menyenangkan? Tentu saja tidak.
            Layaknya tamu, walaupun itu orang yang selama ini ditunggu tunggu, ataupun itu orang penting, apabila ia terus menginap dan tak kunjung pergi, kita sebagai tuan rumah pasti akan mulai jenuh. Apalagi bila sifat sifat buruk menyusahkan sang tamu yang perlahan mulai kelihatan.
            Begitu juga dengan Corona. Hadiah liburan yang ia bawa semakin lama semakin membosankan, bahkan membuat kita terkekang. Sifat sifat menyusahkan Corona pun perlahan mulai kelihatan satu per satu. Larangan mudik, ditutupnya masjid, PPKM. Corona bahkan membuat kita belajar dalam sistem daring, sistem belajar yang mungkin terburuk yang pernah ada.
            Lantas, jika Corona layaknya tamu. Bagaimana cara kita mengusirnya?
            Tidak. Mengusir tamu secara langsung itu tidak beradab, apalagi itu tidak bisa diaplikasikan pada Corona. Caranya yang benar adalah, setelah lama dibuat jenuh oleh Corona, buat jenuh balik Corona pada kita.      
            Caranya? Abaikan saja corona. Mari kembali normal seperti sedia kala. Tetap jalani protokol kesehatan, tapi jalani hidup dengan nyaman, bukan penuh ketegangan dan ketakutan.
            Lalu, bagaimana tentang orang orang yang tiba tiba mati?
            Hahaha… Bukankah sejak dulu, orang yang tiba tiba mati pun bisa terjadi. Kenapa baru panik sekarang? Bukankah sejak dulu, kematian selalu menjadi hal yang misterius. Bisa tahun depan, atau seminggu lagi, atau mungkin sebentar lagi. Tidak ada yang menduga, hanya Allah lah yang mengetahuinya.
            Jadi, tak perlu panik, tak perlu tertekan. Mari kita kembali jalani hidup dengan normal. Lha wong, Palestina saja rela mati demi membuka masjid, kok kita malah rela menutup masjid demi tidak mati. Konyol deh!

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama